Kepribadian Diri dan Moral

Posted by Andi Heru Susanto. M.Si on Kamis, 26 Februari 2009 | 0 komentar

STRUKTUR KEPRIBADIAN

Manusia dilahirkan dengan potensi-potensi biologis dan mental tertentu yang ditetapkan oleh keturunan biologis yaitu struktur gena-gena, yang diperolehnya dari orang tuanya. Dalam keturunan ini termasuk pula serentetan kebutuhan atau dorongan yang menjai motifasi terhadap tingkah lakunya. Pada saat baru saja dilahirkan, manusia hampir-hampir tak berdaya untuk memenuhi segala kebutuhan itu dengan cara-cara yang efektif. Ia bergantung pada pemeliharaan orang lain. Orang lain ini adalah manusia dari satu lingkungan masyarakat dan kebudayaan. Dari orang-orang inilah ia mempelajari berbagai cara menghadapi kebutuhan. Kebudayaan yang melingkupinya memajukan ketentuan-ketentuan dan perumusan-perumusan padanya mengenai cara-cara yang disebut wajar dan yang tidak. Hal ini berlaku dimana anak yang sedang tumbuh, senantiasa belajar. Dan yang dipelajari dalam hal ini adalah cara-cara penyesuaian diri yang oleh norma-norma kebudyaan tertentu itu diterima sebagai cara sewajarnya. Hal ini tak dapat dielakannya karena ini dapat berarti pertentangan dan kegagalan.

Dalam proses interaksi antara potensi dan kebutuhan seseorang dengan lingkungan kulturilnya itulah, tumbuh pribadinya.

DASAR-DASAR PERKEMBANGAN PRIBADI
Untuk menyederhanakan, dapatlah seorang bayi yang baru dilahirkan dipandang sebagai seorang manusia yang memiliki seberkas kebutuhan dan bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah berdiferensiasi yang jelas. Sifatnya lebih umum bila dibandingkan kompleks yang ada pada manusia dewasa. Sukarlah bagi manusia dewasa untuk membayangkan apa yang menjadi “buah fikiran” anak kecil itu ketika ia baru dilepas dari rahim ibunya. Pribadi yang lahir itu segera butuh akan cara-cara yang lain, yang dapat dengan efektif memenuhi kebutuhan–kebutuhan pokoknya.

Diantara unsur lingkungan dengan unsur kebutuhan terdapatlah unsur lain, yaitu fungsi kepribadian, unsur yang mengambil keputusan. Bila kebutuhan timbul dengan kerasnya sehingga sistim tersebut mendesak untuk sesuatu pemenuhan yang segera, maka ada satu bagian dari jiwa manusia yang mengatur pelaksanaannya.


SUARA BATIN ATAU SUPER-EGO
Sampai sejauh ini ingatan sebagai gudang pengetahuan dan pengalaman masa-masa lalu. Tetapi dengan melihatnya lebih dalam lagi, nampak pula bahwa ingata mengandung pula emosi atau perasaan, yang nampak dari kenyataan terbentuknya sika-sikap tertentu pada berbagai hal, peristiwa dan manusia yang kita hadapi sehari-hari. (sikap di sini diartikan sebagai titik pandang dan kecendrungan khusus untuk menimbulkan sebuah tingkah laku dalam menghapi setip pengalaman baru). Sikap ini memengaruhi perasaan dan tindakan kita dalam situsi baru; ada tindakan yang kita sebut baik, ada yang buruk.

Untuk memahami unsur perasaan yang berhubungan dengan ingatan dan pengaruh perasaan atau sikap tersebut, kami ajak pembaca menunjau lgi struktur jiwa yang telah dikemukakan lebih dahulu. Umpamakan timbul perasaan haus. Sumber-sumber kebutuhan atau id meminta pemuasan dengan cara bagaimanapun juga. Tetapi lingkungan manusia menentukan beberapa batas dalam cara pemenuhan itu. Sebab itu menjadi tugas ego atau aku untuk menemukan cara pemuasan yang sesuai dengan syarat lingkungan dan kebutuhan individu. Umpamakan manusia yang haus itu adalah anak kecil umur 2 setengah setengah. Pada saat itu dilihatnya seoreang bayi sedang minum susu. Cara yang paling cepat baginya untuk menghilangkan haus adalah merampas botol susu bayi itu dan meminumnya. Tidak ada perasaan bahwa ia telah berbuat salah. Ia tidak malu. Artinya, ia belim memiliki suara batin yang melarang atau menghukum perasaannya secara psikologis. Karena itu dia minum dengan tenang.

Ciri-ciri pribadi egois
•Hanya dapat melihat dari sudut pandangnya
•Hanya memikirkan kepentingan pribadinya

Dampak Pribadi Egois
•Lingkungan sulit menerimanya karena tidak ada usaha darinya untuk menyesuaikan diri.
•Lingkungan pun sulit untuk mempercayainya sebab lingkungan menilai ia tidak tulus.

PENYEBAB
•Sebagian pribadi egois berasal dari latar belakang keluarga yang terlalu memanjakan sehingga apa pun yang diminta selalu diberikan.
•Sebagian pribadi egois berasal dari latar belakang hampa kasih sayang sehingga ia tidak pernah belajar mengasihi. Ia menjadi hemat mengasihi dan berkorban karena ia tidak pernah mengenal kasih sayang.

Langkah Menuju Perubahan
•Pribadi yang egois mesti menerima fakta bahwa ia egois; jangan lagi berkilah dan menyalahkan orang
•Lihatlah apa yang dibutuhkan orang dan cobalah penuhi, tanpa pamrih

RESENSI POHON KEPRIBADIAN

Keingintahuan, merupakan salah satu sifat yang selalu ada dalam diri kita. Rasa ingin tahu mendorong kita untuk belajar agar mampu untuk terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sekitar. Sebagai mahkluk sosial, manusia membutuhkan orang lain dan dengan sendirinya akan terjadi hubungan/ interaksi. Dalam interaksi ini sering terjadi masalah dan timbul rasa ingin tahu dalam diri kita untuk memahami orang lain agar hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik, apalagi bila hubungan yang telah dibina sangat penting atau punya arti khusus seperti; pacaran atau hubungan dalam keluarga misalnya. Berkaitan dengan itu buku Pohon Kepribadian Anda ini sedikit banyak berusaha untuk menjawab rasa ingin tahu kita dalam memahami orang lain yang juga dapat berguna untuk memahami diri kita sendiri.

EMPAT TIPE KEPRIBADIAN YAITU:
1. Sanguinis
Tipe kepribadian: menyenangkan dan selalu ingin bersenang-senang.Tipe dan arah tindakan: bertindak dengan cara-cara yang mentenangkan. Yang disukai: diberi perhatian, didengarkan dan disetujui pikirannya oleh orang lain. Yang tidak disukai: jika ia tidak mendapat pujian dan humornya tidak ditanggapi oleh teman hidupnya dan jika ia terlalu banyak dikritik dan hidup tidak lagi menyenangkan. Topeng kepribadian: memakai topeng kepribadian badut.
2. Koleris
Tipe kepribadian: ketat dengan aturan, selalu ingin memegang kendali, dan suka memimpin. Tipe dan arah tindakan: bertindak dengan caranya sendiri. Yang disukai: memegang kendali dan berhasil untuk meraih penghargaan. Yang tidak disukai: jika teman hidupnya tidak menyelesaikan pekerjaan dan keberhasilan yang diraihnya tidak dihargai dan jika kehidupan berada diluar pengendaliannya dan tidak ada penghargaan yang diperoleh. Topeng kepribadian: memakai kekuatan kemarahan.

3. Melankolis
Tipe kepribadian: teratur dan menuntut kesempurnaan. Yang disukai: suka keteraturan dan kesempurnaan serta perhatian atas apa yang dilakukan tanpa banyak perubahan dalam hidupnya. Yang tidak disukai: jika teman hidupnya tidak peka terhadap kebutuhannya dan hidupnya tidak teratur dan jika hidup berantakan dan tidak ada harapan. Topeng kepribadian: menuntut kesempurnaan dengan rasa sakit.

4. Phlegmatis
Tipe kepribadian: mencari dan mencintai kedamaian. Yang disukai: akrab dengan kedamaian tidak suka diusik tapi dihormati dan timbul rasa diri berharga. Yang tidak disukai: jika teman hidupnya menganggap ia sebagai hal yang sudah semestinya (memang begitu adanya) dan jika hidup penuh masalah dan tidak ada kedamaian. Topeng kepribadian: mencari kedamaian dengan apatis.
Bagian dua membahas pengertian pohon kepribadian yang dijelaskan pengarang lewat silsilah keluarganya dan beberapa kerabatnya. Ia hendak menunjukkan bahwa ada kelanjutan/ kesamaan kepribadian yang diturunkan dalam hubungan keluarga. Pohon kepribadian tersebut juga memberikan penjelasan mengenai asal-usul kepribadian kita, apa yang diturunkan oleh orang tua, dan yang akan kita turunkan pada anak-anak. Bagian ini juga menjelaskan kepribadian anak-anak dan orang tua lewat penjelasan empat jenis kepribadian, hanya saja pada bagian ini empat perilaku kepribadian tersebut diaplikasikan dalam kehidupan kanak-kanak atau orang dewasa sebagai orang tua. Bagian ketiga berisi tiga buah bab yang menjelaskan bahwa kepribadian yang terluka dapat dipulihkan kembali, akar kepribadian mampu kita cari dan temukan, dan bab terakhir berisikan pertanyaan-pertanaan mengenai manfaat yang dapat dipetik serta renungan-renungan menarik untuk masa depan para pembacanya.

KELAINAN KEPRIBADIAN
Satu Tubuh dengan 24 Kepribadian Kisah Nyata Billy kepribadian ganda, hingga kini masih menjadi rahasia terbesar dunia psikiatri. Teori ilmiah yang dicoba dirangkai untuk menjelaskan fenomena ini sering kali berbenturan dengan fakta di luar jangkauan akal sehat. Setelah Sybil, guru taman kanak-kanak dengan 16 kepribadian mengguncang dunia pada era 70-an, tak banyak literatur ilmiah populer yang mengungkap fenomena kepribadian ganda. Tulisan Daniel Keyes yang muncul di era 80-an ini kemudian memberikan banyak pencerahan. 24 Wajah Billy telah mengguncang Amerika, bukan hanya di kalangan ilmu jiwa melainkan juga masyarakat awam. Kisah kriminal yang dilakukan pria dengan 24 kepribadian ini serta politisasi proses penyembuhan Billy menjadi nilai tambah yang tidak diperoleh dalam Sybil.

24 Alter ego

Kisah nyata Billy jelas akan menyedot konsentrasi, karena lompatan 24 nama tokoh alter ego bisa timbul tiba-tiba, kapan pun, di mana pun. Namun, lebih jauh dari itu, kisah Billy sang psikotis yang piawai melukis ini telah menyeret realitas kehidupan sosial negara adidaya dengan segala implikasinya. Billy lahir dan dibesarkan dalam keluarga submarginal yang terseok-seok bertahan dalam tekanan ekonomi dan liberalisme budaya. Keadaan makin buruk bagi Billy ketika ia menjadi korban perilaku seksual menyimpang saat usianya masih sangat belia.

Tarik ulur politis yang kerap menghambat penyembuhan Billy kian menguatkan kenyataan bahwa sesempurna apa pun sistem yang diterapkan negara adidaya tersebut, hak kaum jelata tetap kerap terpinggirkan. American dream ternyata tak seindah opini yang kerap dilontarkan publik AS. Nyatanya, penyimpangan terjadi di mana-mana, pertanyaan besar tentang eksistensi manusia dan humanisasi merajalela. Billy, mungkin menjadi simbol betapa jargon-jargon kejayaan AS tak mampu menutupi masalah psikososial yang dihadapi masyarakatnya.

Misteri Yang Tak Terjawab

Kendati sejak awal diproklamasikan sebagai buku ilmiah populer, pertanyaan besar justru luput dijawab Keyes. Misteri penyebab munculnya 24 kepribadian dalam satu tubuh tak sedikit pun diungkap buku ini. Kendati secara teoretis masih terdapat pertentangan antar para ahli, semestinya perkembangan terkini teori kepribadian ganda idealnya tetap dinukil. Catatan lainnya, 24 wajah Billy juga menyiratkan kondisi bahwa perkembangan pemahaman kesehatan jiwa, ternyata tak berbanding lurus dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran fisik. Kenyataan itu ternyata tak hanya terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, namun juga di masyarakat modern AS.

Gangguan jiwa kerap disepelekan, tak diwaspadai secara dini. Akibatnya, kerusakan telanjur menjadi kronis dan sulit disembuhkan. Dampaknya, bukan hanya si penderita yang mengalami penderitaan karena sulit beradaptasi di lingkungan sosial, masyarakat di sekitarnya juga terancam terkena dampaknya. Penderita gangguan perilaku seksual yang tak segera ditangani berpotensi berubah menjadi pelaku kejahatan. Korban mereka pun di masa datang bukannya tak mungkin akan berubah menjadi mimpi buruk bagi komunitasnya. Lingkaran mengerikan yang jelas tak mudah ditangani itu turut mewarnai kisah Billy.

Ketiadaan penjelasan tentang munculnya alter ego dari dua jenis kelamin berbeda dengan rentang usia yang sangat beragam membuat pembaca merasa tak tuntas. Bagi mereka yang masih penasaran, menjelajahi perpustakaan dan browsing di internet untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung menjadi solusi utama. Pertanyaan paling mendasar bagi pembaca awam adalah pemicu munculnya lebih dari satu alter ego pada satu tubuh manusia. Pertanyaan berikutnya, bagaimana proses pemulihan yang harus dilalui bagi yang memiliki kepribadian ganda.

Misteri selanjutnya adalah pertanyaan apakah orang yang berkepribadian ganda tetap dapat hidup normal dan bersosialisasi dengan wajar dilingkungan publik. Apakah penyatuan kepribadian-kepribadian unik itu menjadi solusi satu-satunya? 24 Wajah Billy memang tak secara tuntas menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Keyes mungkin sengaja memancing perhatian publik terhadap fenomena kepribadian ganda.


DASAR-DASAR MORAL
Moral menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana kita mungkin dapat menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Namun cukup sulitlah menjawab pertanyaan berikut: orang baik atau bermoral itu yang bagaimana? Oleh karena itu, kiranya akan berguna bagi kita untuk memulai studi tentang moral ini dengan melihat beberapa hal yang paling mendasar tentang kebaikan manusia secara umum, sebelum meninjau patokan–patokan kebaikan di bidang-bidang yang lebih khusus.

SIKAP BATIN DAN PERBUATAN LAHIR
Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin itu sering-kali juga disebut hati. Orang yang baik mempunyai hati yang baik. Akan tetapi sikap batin yang baik baru dapat dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula.

Dengan kata lain, moral rupanya hanya dapat diukur secara tepat apa bila kedua seginya diperhatikan. Orang hanya dapat dinilai secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. Kita hanya dapat menilai orang lain dari luar, dari perbuatan lahiriahnya. Sementara hatinya hanya dapat kita nilai dengan cara menduga-duga saja.

UKURAN MORAL
Untuk menilai sikap batin maupun perbuatan lahir dibutuhkan suatu alat, yakni ukuran moral. Manakah ukuran yang dapat kita pakai untuk menilai kebaikan manusia itu? Sejauh manakah ukuran itu patut dipercaya? Sampai kapankah ukuran itu dapat dipakai?

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kiranya dapat kita katakan bahwa sekurang-kurangnya kita mengenaladanya dua ukuran yang berbeda, yakni ukuran yang ada dalam hati kita dan ukuran yang dipakai oleh orang waktu mereka menilai diri kita. Dalam hati kita ada ukuran subjektif, sedang orang lain lebih memakai ukuran yang objektif. Kita menilai diri kita dengan ukuran kita sendiri, sedabngkan mereka menilai kita dengan ukuran yang umum. Tetapi juga dapat terjadi bahwa sahabat kita memberi penilaian subjektifnya, bukan menurut ukuran yang umum itu.

PERTUMBUHAN HATI NURANI
Hati nurani merupakan pusat kepribadian. Maka seperti seluruh kepribadian, hati nurani manusia juga mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan itu dapat berarti kemajuan, namun juga dapat berarti kemunduran. Mutu dari pertumbuhan itu tergantung pada tanggapan lingkungan maupun pada usaha sendiri.

Lingkungan yang baik dapat mendukung pertumbuhan hati nurani secara positif. Maka kelurga maupun kampung yang baik merupakan bantuan besar bagi warganya untuk dapat maju dalam pertumbuhan hati nuraninya. Sewbaliknya, masyarakat dan keluarga yang buruk akan menghambat pertumbuhan hati nurani. Hati nurani orang yang semula peka dan tajam pun dapat mundur, menjadi tumpul dan bahkan mejadi buta. Namun pertumbuhan hati nirani juga ditetapkan oleh usaha masing-masing pribadi. Sebab, orang toh dapat mempunyai hati nurani yang tetap peka walaupun ia harus hidup dalam lingkungan yang brengsek. Sebaliknya, ada yang tetap tumpul hati nuraninya walaupun hidup dalam lingkungan yang amat baik.

KEUTAMAAN MORAL
Orang yang berusaha hidup baik secara tekun dalam waktu yang lama dapat mencapai keunggulan moral yang disebut keutamaan. Keutamaan adalah kemampuan yang dicapai oleh seseorang untuk bersikap batin maupun berbuat secara benar. Misalnya: kerendahan hati, kepercayaan pada orang lain,keterbukaan, kebijaksanaan, ketekunan kerja, kejujuran, keberanian, penuh harap, penuh kasih, dan sebagainya.